Hukum Menggunakan Air Hasil Daur Ulang (Sterilisasi) Untuk Bersuci dan Sebagainya
Hal tersebut telah diterapkan di beberapa negara khususnya bagi negara yang kesulitan untuk mendapatkan air bersih. Dengan menggunakan kemajuan teknologi saat ini mereka dapat mengembalikan fungsi air seperti sedia kala, yakni bersih dan suci, tanpa bau dan tanpa perubahan warna serta rasa. Tahapan pemurnian air terdiri dari tahapan pengendapan, tahapan penguapan dan tahapan pemurnian atau sterilisasi.
Melihat perkembangan dan kemajuan teknologi pemurnian air saat ini, Ulama’ berbeda dalam memberikan fatwa (pendapat) tentang apakah air hasil daur ulang boleh dipakai kembali untuk bersuci atau tidak. Pendapat tersebut terbagi menjadi 2, yaitu:
- Boleh menggunakannya, baik untuk kegiatan sehari-hari maupun ibadah sebab dia temasuk air yang suci dan mensucikan, dan dihukumi seperti air mutlak. Pendapat ini dikemukakan oleh Majma’ al-fiqh al-Islamiy (Dewan Fikih Islam) Makkah dan Haiah Kibar al-ulama’ (Dewan Ulama Besar) Arab Saudi.
- Secara alami air hasil daur ulang tetaplah air kotor sebab telah bercampur dengan najis dan kotoran meskipun telah disaring atau difilter. Alasannya adalah :
- Kotoran-kotoran najis yang telah tercampur sehingga merubah warna, rasa dan bau
- Terdapat banyak penyakit menular yang disebabkan dari virus atau bakteri
- Persamaan kecacatannya tetap pada hal-hal yang kotor dan menjijikkan meskipun diubah ke fungsi awalnya. Meskipun disterilkan bisa saja menghasilkan spesies serangga atau hewan-hewan kecil (virus atau bakteri baru) yang kotor baik secara alami maupun syar’i.
Meskipun para ahli/ilmuwan dapat menghilangkan ‘illat (kecacatan) pada poin pertama dan kedua, akan tetapi mereka tidak dapat terhindar dari ‘illat (kecacatan) pada poin ketiga. Pendapat ini dikemukakan oleh Syaikh Bakr Abu Zaid.
Pendapat penulis: Penulis lebih condong ke pendapat pertama yang membolehkan sterilisasi air untuk ibadah dan kebutuhan sehari-hari, apalagi jika negara tersebut kesulitan untuk mendapatkan air bersih dan tidak ada cara lain, selain dengan cara sterilisasi air. Sebab jika sesuai syarat sucinya air yaitu dengan tidak berubah warna, rasa dan bau maka syarat tersebut sudah terpenuhi.
Akan tetapi jika masih bisa diusahakan untuk mendapatkan air bersih, maka lebih baik cara sterilisasi air menjadi pilihan kedua, sebab segala sesuatu yang diubah dari hukum dan fungsi asalnya pasti akan menimbulkan hal-hal yang dapat membahayakan baik tubuh maupun jiwa seperti rekayasa genetika. Air yang sudah disterilkan dengan zat kimia jika dipakai untuk membasuh anggota tubuh tidak menutup kemungkinan dapat merusak lapisan kulit dan jika diminum akan berbahaya bagi tubuh. Sehingga pendapat kedua lebih diutamakan sebab mengarah pada saad dzari’ah (mencegah dari hal-hal yang akan terjadi yang mengarah kepada hal yang buruk).
Referensi
- Abhaats haiah kibar al-ulama’, al-riasah al-‘aamah li al-buhuts al-ilmiyah wa al-ifta’ (Bahasan-bahasan Dewan Ulama’ Besar, Pemerintah Pusat Penelitian Ilmiah dan Fatwa).
- Ali, Usamah, Al-Miyah al-mu’alijah wa hukmuha fi al-fiqh al-islamiy (Air penyembuhan dan hukumnya dalam fikih islam), h. 127-160.
- Bakr Abu Zaid, Fiqh nawazil al-taqnin wa al-ilzaam (Fiqh permasalahan- permasalahan masa kini, teknologi dan hukumnya).
- Dibyan, Mausu’ah Ahkam at-Thoharoh (Ensiklopedia Hukum Bersuci), Juz I, h. 111.
- Fatawa al-lajnah al-daimah li al-buhuts al-ilmiyah wa al-ifta’ (Fatwa-fatwa Lajnah Daimah (komite tetap); Penelitian Ilmiah dan Fatwa).
- Jami’ah al-imam muhammad bin suud, I’dad: Markaz al-tamyiz al-bahtsiy fi fiqh al-qodhoya al-muashiroh:qism ibadah, hal. 15.
- Khalid Al-Masyiqih, Fiqh nawazil (Fiqh permasalahan-permasalahan masa kini).
- Qararat majma’ al-fiqh al-islamiy, robithoh al-‘alam al-islami (Putusan-putusan Dewan Fikih Islam, Liga Muslim Dunia).
- Usaimin, Syeikh Ibnu, Majmu’ Fatawa wa Rosail (Kumpulan fatwa-fatwa dan Risalah), Juz XI, h. 88.
Maa syaa Allah... semangat tadz
BalasHapus